Menata Niat
Menata Niat
Oleh: Sriyanto
Menata niat itu sangat penting. Dalam segala hal, termasuk menulis. Agar tetap Istiqomah menulis, butuh niat yang kuat. Sayapun masih belajar menata niat. Sejatinya tulisan ini menasehati diri sendiri.
Jika menulis karena ingin dipuji, maka semangat menulis tak akan tepatri. Apabila tulisan sering diapresiasi maka semangat menulis menggelora. Ingin menulis tiap hari tanpa henti. Tapi kalau tidak ada yang like atau apresiasi, maka lambat laun bisa jadi semangat mulai letih dan mati.
Jika menulis karena ingin dimuat media, maka akan mudah putus asa. Apabila tulisan kita di muat di media atau majalah senangnya bukan main. Karena tidak semua tulisan yang dikirim bisa dimuat. Artinya tulisan lolos seleksi dari redaksi dari semua naskah yang masuk. Namun, kalau tulisan tidak dimuat, maka rasa putus asa mulai muncul. Patah semangat untuk menulis.
Jika menulis karena dapat gaji, jangan berharap bara api menulis akan mati. Apabila merasa honorarium yang diterima tidak sebanding dengan ide brilian yang disumbangkan, maka siap-siap untuk berhenti menulis karena orientasi pada upeti.
Jika menulis karena sertifikat, maka spirit menulis nafasnya singkat. Apabila sudah mendapatkan sertifikat karena menulis, maka merasa kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Selanjutnya tak ada konsistensi untuk menulis.
Jika menulis karena ingin foto dengan tokoh, maka keteguhan menulis akan roboh. Apabila kita bisa foto bersama tokoh atau pejabat gembira bukan main. Namun, kalau tidak bertemu dengan pejabat atau tokoh apakah masih kokoh dalam menulis.
Oleh karena itu, penting sekiranya menata niat untuk apa menulis. Agar bara api menulis tetap menyala tiada henti. Seyogyanya menulislah untuk keabadian. Menulislah untuk legacy (warisan) anak cucu kita.
Sebagai orang tua belum tentu meninggalkan warisan harta benda. Yang bisa kita berikan warisan ilmu dalam tulisan. Barangkali dari tulisan itu anak cucu kita mengetahui pikiran dan sepak terjang semasa hidup kita. Dari situlah anak cucu bisa terinspirasi dan motivasi hidup, meskipun kita tiada. Apalagi kita bukan siapa-siapa. Teringat dawuh Imam Al Ghazali, "Apabila engkau bukan putra raja atau putra ulama besar, maka menulislah!,". Waallaulam bishowab...
Kedungturi, 05 Mei 2024
Komentar
Posting Komentar