Abolisi: Intervensi Hukum atau Kepentingan Umum?

Abolisi: Intervensi Hukum atau Kepentingan Umum?
Oleh: Sriyanto

Menarik disimak kebijakan Presiden Prabowo memberikan Abolisi kepada Tom Lembong mantan menteri perdagangan. Perkara Tim Lembong ditangani Kejaksaan Agung dalam kasus importir gula, dalam putusan Pengadilan Negeri di jerat 4,5 tahun.

Kasus Tom Lembong mencuat di ranah publik yang dianggap tidak menuai rasa keadilan. Banyak pakar hukum menilai pidana yang diberikan tidak berdasar hukum pidana yakni mens rea. Mens rea adalah salah satu unsur terpenting dalam hukum pidana yang mengharuskan ada niat atau kesadaran melawan hukum. Pada kasus Lembong, tidak ada niat jahat untuk memperkaya diri atau orang lain.

Mahfud MD mantan Menkopolkam dan Jimlly Assidiqie mantan Mahkamah Konstitusi (MK) turut berbicara dalam kasus Tom Lembong, keduanya menilai bahwa kasus tersebut kurang memenuhi unsur pidana (baca: disway).

Tentu kasus Tom Lembong ini menjadi perhatian bagi publik terkait pemberlakuan hukum di Indonesia. Rasanya ada kepentingan politik yang menceradai proses hukum. Barangkali ini menjadi perhatian perhatian Presiden Prabowo untuk mengeluarkan Abolisi.

Pertanyaan yang muncul apakah Presiden intervensi hukum? Tentu tidak. Abolisi hak prerogatif presiden yang diatur oleh Undang-undang Dasar 1945 pasal 14 ayat 2 berbunyi Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Abolisi merupakan kewenangan Presiden dibidang yudikatif. Abolisi bisa dimaknai penghentian proses hukum seseorang yang sedang berjalan. Tadi malam wakil ketua DPR Sufmi Dasco konferensi pres menyatakan menyetujui Abolisi terhadap Tom Lembong yang diajukan Presiden Prabowo. Tinggal menunggu penerbitan keputusan Presiden. Sebagai konsekuensi logis hukuman yang di jatuhkan pada Tom Lembong akan batal demi hukum.

Dahulu penerapan Abolisi pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) penghentian perkara kasus bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Masih dalam ingatan, dikenal dengan kasus Cicak VS Buaya. Oknum Polri dan KPK. Kasus tersebut membuat gaduh diranah publik, maka Presiden turun tangan mengeluarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2005 tentang Amnesti dan Abolisi.

Disinilah peran Presiden sebagai kepala pemerintahan menjadi 'penengah' dalam hukum demi kepentingan umum yang sudah diatur dalam UUD NRI 1945. Tentunya meminta pertimbangan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang di wakili oleh DPR. 

Semoga keputusan ini menjadi pelajaran bagi para hakim agar tidak gegabah memutus sebuah perkara. Hakim adalah wakil Tuhan di bumi yang diberi amanah mewujudkan keadilan. Jangan sampai hakim memutus perkara akibat ada tekanan politik. Dan Abolisi jalan terbaik untuk mewujudkan rasa keadilan setiap warga negara. Wallahualam bishowab...

Surabaya, 01 Agustus 2025

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keputusan Berdampak

Keluar Zona Nyaman

Revolusi Mental