Menjemput Takdir
Menjemput Takdir
Oleh: Sriyanto
“Hendaklah salah seorang di antara kalian mengunjungi saudaranya yang sakit di waktu pagi atau sore hari.”
(HR. Muslim).
Beberapa hari tak kelihatan salah satu jamaah sholat di Masjid. Biasanya Istiqomah sholat di Masjid. Bahkan kalau subuh sampai waktu suruh baru pulang. Akhirnya saya cari informasi pada tetangganya. Ternyata istrinya sedang sakit dan dirawat rumah sakit.
Mendengar informasi itu, saya coba konfirmasi langsung pada beliau apakah benar informasi itu. Lalu saya WhatsApp dan jawabannya memang benar istrinya sakit. Timbul rasa penasaran, sakit apa? Kok rawat inap sampai satu minggu. Ngobrol lama lewat WA, rasanya ingin menjenguk langsung bersama istri. Tapi kondisi istrinya masih recovery pasca operasi kanker ovarium. Perlu istirahat lebih baik jenguk saat di rumah.
Kemarin baru kembali pulang, mumpung hari libur langsung menjenguk di rumahnya. Saya dapat informasi dari suaminya, ternyata istrinya kena penyakit kanker. Dan ini sudah operasi kedua kalinya. Kalau kambuh sakit pukan main. Maka keputusan dan saran dokter Operasi jalan terbaik. Operasi yang kedua ini sekaligus angkat rahim. Mengingat jenis kanker termasuk kategori ganas. Cepat tumbuh dan bisa cepat menyebar kemana-mana, yang akan membawa resiko tinggi.
Mendengar cerita itu, sedih rasanya. Begitu berat ujian beliau. Sampai hari ini usia lima dua tahun, belum dikaruniai seorang anak. Dengan ujian sakit kanker ovarium juga sangat terpukul. Ketika kami jenguk, istrinya meneteskan air mata. Sebagai seorang manusia biasa, tentu kesedihan itu wajar. Tapi yang membuat saya salut adalah beliau sudah siap apapun yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Sudah pasrah terhadap keadaan, karena segala ikhtiar berobat secara medis maupun non medis.
Beliau menyampaikan,"Hidup ini sejatinya menunggu kematian. Kematian itu pasti bagi siapapun. Dalam kondisi sakit sebenarnya kita lebih fokus mempersiapkan kematian. Yang susah itu kita yang sehat, tiba-tiba dipanggil oleh Allah SWT, tapi dalam kondisi suul khotimah. Hal ini yang menjadi kwatiran kita,".
Mempersiapkan untuk kematian jauh lebih utama, dunia ini hanya mimpi. Meminjam dawuhnya Ali bin Abi Thalib, "Kehidupan dunia hanyalah mimpi, dan engkau akan terbangun disaat engkau mati,".
Saya memang akui, beliau berdua pemahaman agama kuat. Dan memahami resiko terburuk penyakit kanker. Berkat literasinya kuat tentang kanker dan koleganya juga seorang dokter yang menangani kanker.
Berbicara tentang kanker, saya teringat saudara Ibu saya (bulek) beberapa tahun yang lalu. Kasusnya sama kanker ovarium. Ikhtiar melalui obat herbal dan medis sudah dilakukan. Operasi sekali dan kemoterapi sampai dua puluh kali. Saat itu operasi di Graha Amerta Surabaya. Dana yang dikeluarkan cukup besar. Pasca operasi, Alhamdulillah bisa beraktivitas seperti sedia kala, namun mudah capek. Bertahan sampai tujuh tahun. Suatu ketika kambuh dan drop, akhirnya pulang ke Rahmatullah.
Tentu saya sebagai koleganya, karen beliau juga bendahara masjid Hikmatul Hakim tetap menguatkan dan mendoakan, berharap beliau berdua diberi umur panjang dan istrinya mendapatkan kesembuhan dari Allah SWT. Sesuatu yang tidak mungkin, bagi Allah SWT sangat mungkin. Banyak orang menganggap penyakit kanker sulit disembuhkan, hanya bisa di jinakkan. Tapi bagi Allah SWT kemustahilan itu bisa terbantahkan. Allah lah yang Maha menghidupkan dan mematikan. Itulah sebuah hikmah menjenguk orang sakit, semuanya bagian menjemput takdiNya. Waallaulam bishowab...
Kedungturi, 02 Mei 2024
Komentar
Posting Komentar