Puasa sebagai Pendidikan Diri dan Keluarga
Puasa sebagai Pendidikan Diri dan Keluarga
Oleh: Sriyanto
Dalam sistem pendidikan ada input-proses-output. Input adalah siswa. Prosesnya sekolah mendesain kurikulum, membuat program kerja dan menyiapkan guru berkualitas. Harapannya output lulusan memiliki akhlaq baik dan prestasi optimal.
Dalam prosesnya paling tidak ada tiga tipe siswa di sekolah. Tipe A mengikuti proses pembelajaran di sekolah ala kadarnya. Tipe B sikap biasa-biasa saja, tapi punya target akademis bagus. Tipe C, sikap atau akhlaq pada guru luar biasa, ikut berbagai macam organisasi sekolah dan memiliki target akademis bagus. Karena Ia memiliki visi atau keyakinan kuat bisa Lulus sesuai apa yang diharapkan sekolah.
Ilustrasi diatas, dapat dianalogikan dalam menjalani puasa di bulan suci Ramadhan. Islam harus kita yakini sebagai agama yang paling pari purna. Sebagaimana dalam Al Qur'an surah Aali-Imran 3:19
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۟ ,,,
Artinya:"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. ..."
Di bulan Ramadhan, Allah SWT mendesain agar hamba (input) yang diciptakan menjadi hamba terbaik lalalkum tattaqun (bertaqwa) sebagai outputnya. Taqwa menurut ustadz Adi Hidayat kumpulan karakter moral yang baik bisa memancarkan kebaikan melahirkan kinerja. Taqwa instruksikan seluruh tubuh mulai dari mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya untuk melakukan kebaikan.
Allah SWT maha tahu segala kebutuhan hambanya. Dengan bekal taqwa itulah sebuah harapan, manusia siap menjadi pemimpin dimuka bumi. Tentunya manusia membutuhkan kesehatan sehat jasmani dan Rohani. Agar mencapai tujuan (output), maka proses yang di lalui seorang hamba adalah lewat puasa.
Puasa sejatinya mendidik diri dan keluarga. Coba renungkan atau merefleksikan dalam menjalani puasa. Pertama, Puasa ibadah yang bersifat privat. Tidak ada orang yang tahu, kalau berpuasa atau tidak, hanya Allah yang maha tahu. Di sinilah kita di didik menjadi pribadi yang jujur pada diri sendiri. Dan kejujuran menjadi sangat penting dalam kehidupan. Membaca buku ESQ karya Ary Ginanjar (best seller) yang meneliti orang-orang sukses. Ternyata kesuksesan seorang itu ditentukan kecerdasan intelektual (IQ) 20 % , sedang kecerdasan emosional dan spiritual (EQS) 80%. Dan apabila di rangking kecerdasan EQS, Karakter jujur menjadi urutan pertama.
Kejujuran menjadi pondasi penting dalam menjalani kehidupan. Kejujuran melahirkan trus bagi orang lain. Kejujuran melahirkan integritas (amanah) pada pribadi seseorang. Jadi puasa sebuah proses melahirkan hamba yang berintegritas.
Kedua. Dengan puasa kita merasakan haus dan lapar. Dari rasa itu, ada proses pendidikan merasakan bagaimana orang yang tidak mampu. Yang belum makan beberapa hari, sehingga muncul rasa empati dan sifat pada orang tidak punya. Maka lahirlah iwa dermawan pada diri manusia. Apalagi sedekah di bulan ramadhan adalah sedekah paling utama. Baginda Rasul seorang dermawan, tapi di bulan ramadhan lebih dermawan. Sampai digambarkan seperti tiupan angin kencang. Begitu mulianya sifat Rasulullah Saw.
Ketiga, ketika saat berbuka puasa. Biasanya berbagai macam hidangan. Ada kurma, gorengan, kue, es, nasi dan lain sebagainya. Seolah-olah bisa kita makan semuanya. Nyatanya cukup nasi satu piring sudah kencang. Ada proses pendidikan, kita di didik untuk tidak rakus atau serakah pada harta. Dilatih memiliki sifat qonaah dan hidup sederhana. Sehingga tidak memakan hak orang lain. Jauh dari sifat korupsi.
Puasa tak cukup mendidik diri, sebenarnya momentum yang tepat untuk mendidik keluarga. Bulan Ramadhan saatnya kita optimalkan beribadah bersama keluarga. Sebuah harapan keluarga kita terhindar dari apa nerak. Sebagaimana dalam Al Qur'an surah At-Tahrim 66:6
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا ...
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ..."
Meningkatkan kualitas ibadah di bulan ramadhan bersama keluarga agar berenergi perlu dilandasi sebuah visi. Visi menjadi boster segala kekuatan pada diri. Rasanya visi masuk surga bersama keluarga terus digelorakan. Sehingga mengoptimalkan ibadah di bulan ramadhan, tidak hanya Sholih secara individu, tapi semua keluarga ikut melaksanakannya. Semua anggota keluarga memiliki target optimal selama ramadhan.
Misalnya dalam bertilawah, saya terinspirasi dari jama'ah MHH yang sampai hari ini Istiqomah dalam program OWOJ dan komunitas lain program one daya one juz (ODOJ). Rasanya program itu menarik untuk diterapkan dalam keluarga. Akhirnya dalam keluarga membuat program ODOJ. Hal ini sudah saya praktikan pada Ramadhan tahun lalu. Sampai ramadhan tahun ini masih Istiqomah. Awalnya rasanya berat. Dua putra saya mengeluh. Tapi karena punya visi masuk surga bersama menjadi energi tersendiri untuk melaksanakan. Tentu ketika mencapai target ada apresiasi. Ajak keluarga makan diluar bersama.
Tentunya agar bisa mengoptimalkan ibadah dibulan ramadhan ini, harus memohon kepada Allah SWT agar diberi kekuatan iman, sehat jasmani dan rohani untuk bisa optimal beribadah di bulan ramadhan. Sebuah harapan kita semua termasuk hamba tipe C sebagai analogi dalam proses pendidikan. Bisa optimal secara kuantitas maupun kualitas dibulan ramadhan baik pada diri dan keluarga. Waalaikumussalam bishowab...
Lamongan, 03 Maret 2025
Komentar
Posting Komentar