Halal Bi Halal

Halal BI Halal 
Oleh: Sriyanto 

Pekan-pekan ini banyak instansi pemerintah atau sekolah bahkan masyarakat di daerah perkotaan mengadakan acara Halal Bi Halal. Acara ini merajut silaturahim setelah mudik lebaran. Tradisi seperti ini mungkin satu-satunya yang ada di Indonesia. Di negara lain tidak ada. Saya kira tradisi positif perlu dilestarikan.

Pertanyaan muncul asal usul istilah Halal Bihalal dari siapa?. Saya mencoba mencari beberapa referensi di jagat internet. Saya menemukan informasi bahwa istilah Halal BI Halal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Wahab memperkenalkan istilah Halal bihalal pada Bung Karno sebagai salah satu cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang saat itu terjadi friksi antar elit.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul 'Halal bihalal.' Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Dari moments itu para elit menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halal bihalal.

Halal bihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa. Hingga kini Halal bihalal menjadi tradisi di Indonesia sampai saat ini.

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBB) Halal bihalal diartikan hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu oleh sekelompok orang. Mengapa saling memaafkan itu penting? pada hakekat manusia itu tempat salah dan dosa. Salah yang disengaja maupun tidak. Dosa yang nampak atau tidak. Maka momentum halal bihalal menjadi sarana saling memaafkan atas khilaf antar teman dan tetangga.

Begitu pentingnya saling memaafkan, Baginda Rasul pernah mengkisahkan ada orang ahli ibadah, tapi terhalang masuk surga karena perbuatannya suka mencela, mencaci tetangga atau orang lain. 

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Dikatakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang wanita) rajin mendirikan shalat malam, gemar puasa di siang hari, mengerjakan (kebaikan) dan bersedekah, tapi sering menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Bukhari).

Dari kisah diatas, dapat diambil hikmah bahwa menyakiti tetangga atau sesama bisa menjerumuskan ke neraka. Bisa begitu? Karena kasih sayang manusia tidak seluas kasih sayang Allah SWT. Jika seorang hamba memohon ampun atas dosanya sebesar gunung Uhud, Allah akan mengampuninya. Namun, beda dengan manusia. Manusia makhluk yang bisa dibilang paling susah meminta maaf dan memaafkan. Apalagi bisa tersakiti atau menyakiti, tiada maaf bagimu terkadang seperti itu.

Oleh karena itu, Rasulullah Saw mengajari umatnya jangan mudah menyakiti orang lain, baik dengan lisan maupun tindakan. Karena Rasulullah Saw tahu, ruang maaf manusia terbatas, tidak seluas dan sedalam ampunan Allah SWT. Mendapatkan maaf manusia jauh lebih berat dan susah. Belum lagi jika kita tidak merasa bersalah, tapi orang lain memendam kesal kepada kita. Hal ini menunjukkan kedudukan hubungan manusia sangat menentukan akhir hayat nanti. Sebisa mungkin menjalin hubungan baik sama Allah SWT, dan hubungan sesama manusia juga baik. Semoga moment halal BI halal menjadi tradisi baik untuk melebur dosa antar sesama, agar tidak terhalang masuk surga. Waallaulam bishowab..

Kedungturi, 16 April 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keputusan Berdampak

Jalan Dakwah Jalur Lomba

Bing Creator Image