Kolaborasi Untuk Kemajuan Negeri

Kolaborasi Untuk Kemajuan Negeri 
Oleh: Sriyanto 

"Kalau memang saudara merasa tidak perlu ikut berpolitik, biar tidak usah berpolitik. Tetapi saudara jangan buta politik". ( M. Natsir)

Ungkapan diatas, menjadi kritis sosial sebagai warga negara. Apalagi saya sebagai guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn), tidak boleh buta politik. Karena Haris memahami sedikit banyak Maslah kebanggaan untuk menjawab pertanyaan Siswa millenial terkait perkembangan politik di Indonesia. 

Isu terkini, terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada hari Senin, 22 April 2024, secara live di televisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 dapat diamati secara terbuka dan transparan.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat, Permohonan pasangan 01 dan 03 tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menolak seluruh permohonan. Artinya tidak ada pelanggaran hukum dalam proses pemilihan presiden 2024. Namun, ada beberapa catatan agar pemilu kedepan lebih baik.

Dalam perkara ini di ikuti delapan Hakim MK. Nah, dalam catatan sejarah, putusan dalam perkara PHPU diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion). Tiga Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan pendapat berbeda. Artinya keputusan MK tidak secara bulat menyatakan menolak semua permohonan. Tentu ini menarik dalam diskursus perkembangan putusan hukum di Indonesia 

Ada tiga hakim berpendapat berbeda. Hal ini membuktikan masing-masing hakim memiliki independensi dalam keyakinan dalam putusan. Misalnya Saldi Isra menyatakan, seharusnya Mahkamah memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sepanjang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum.

Hal yang sama juga disampaikan Enny Nurbaningsih. Menurut Enny, untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang karena diyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat dalam pemberian bansos.

Sementara, Arief Hidayat mengatakan, seharusnya Mahkamah memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di beberapa daerah pemilihan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara dalam waktu 60 hari. 

Terlepas dissenting opinion tiga hakim MK, secara legowo pasangan 01 dan 03 menerima hasil keputusan MK, karena keputusan MK final dan terakhir. Namun dengan beberapa catatan agar proses demokrasi lebih berkualitas dan berkeadilan. 

Yang menarik dan membuat saya salut kedua pasangan yang kalah, mengucapkan selamat pada pasangan Prabowo dan Gibran untuk menjalankan amanah konstitusi dan mengerjakan tugas negara. Sebuah sikap negawaran yang menghargai proses demokrasi dan putusan hakim konstitusi. Artinya proses sengketa pemilihan presiden sudah berakhir, saatnya saling kolaborasi untuk kemajuan negeri. Wallahu alam bishowab...

Kedungturi, 22 April 2024.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keputusan Berdampak

Jalan Dakwah Jalur Lomba

Bing Creator Image